DR. Ir Memet Hakim MSc : Program Bio Solar B100 Sangat Potensial Untuk Di Kembangkan
Rencana Pemerintahan Kabinet Baru yang akan dipimpin Presiden terpilih Prabowo Subiyanto untuk menerapkan Kebijakan Nasional Penggunaan Bio Solar 100 persen atau B100 yang berasal dari bahan baku minyak Sawit Mentah atau CPO ( Crude Palm Oil ) yang bertujuan untuk menerapkan penggunaan Biosolar 100 persen ( B100), dianggap sangat memungkinkan terlaksana karena luas perkebunan Sawit dan produksi CPO Indonesia yang cukup potensial.
Hanya saja, beberapa langkah kebijakan Pemerintah perlu disiapkan untuk mencapai hal itu. Karena dengan luas areal perkebunan sawit Swasta, BUMN dan milik Rakyat sekitar 17 juta ha , baru tercapai produksi CPO 50 juta mton per tahun. Untuk menggenjot agar tercapainya program B100 tanpa mengurangi target ekspor CPO nasional, maka produksi CPO nasional harus mendekati 80 – 90 juta mton pertahun nya, kata Dr. ir. Memet Hakim MSc dosen senior Fakultas Pertanian Unpad pada Diskusi FGD dengan kalangan pimpinan umum dan pimred Media pada 20 Juni 2024 di Manhattan Square Jaksel.
Hadir dalam FGD tersebut antara lain Hendra Purba Pemimpin Umum Majalah Perkebunan, Aendra Medita Pimred Energi World Indonesia, Ir. Dadan Pengamat Senior Perkebunan Sawit, Erick Sitompul Pemimpin Umum Berita BUMN Care, Junaedi Pimpinan Redaksi Apib Channel dan lainnya.
Memet menjelaskan, bahwa untuk merealisasikan Rencana besar tersebut, langkah pertama adalah, menanam seluruh land bank atau lahan cadangan APL Perkebunan sawit, dimana saat ini perizinan nya dominan di pegang oleh kalangan Perusahaan Kelapa Sawit Swasta Besar dan Menengah, untuk segera dapat segera di tanami. Diperkirakan masih terdapat lebih 2 juta hektar lahan Land Bank Sawit di seluruh Indonesia diluar Pulau Papua.
Langkah kedua, adalah melibatkan perusahaan Perkebunan milik BUMN yakni PTPN yang dikenal sebagai Pionir Perkebunan Sawit yang sangat berpengalaman dalam pengembangan perkebunan Kelapa Sawit untuk mengelola dan mengoperasikan land bank perkebunan sawit tersebut.
Langkah ketiga, adalah melakukan Percepatan secara Nasional program Replanting tanaman Perkebunan Sawit Yang sudah sangat tua dan tidak Produktif, terutama usia tanaman diatas 30 – 35 tahun keatas, di areal perizinan perkebunan swasta dan perkebunan milik rakyat. Sebenarnya program ini sudah mulai berjalan oleh beberapa perusahaan swasta nasional dan Perkebunan Sawit PTPN Sawit.
Namun untuk perkebunan Kelapa Sawit Rakyat baru dapat berjalan di kawasan Petani Plasma Sawit binaan beberapa Perkebunan Kelapa Sawit Swasta Besar dan PTPN dan secara bertahap dan mendapat dukungan pendanaan dari Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS.
Berdasar data lapangan, untuk Replanting di tingkat petani Sawit mandiri masih sangat minim. Karena terkendala anggaran Replanting yang cukup besar mencapai 60 juta per ha, terkait harus tersedia biaya Land Clearing dan penebangan kebun tua kelapa sawit nya dahulu, kata Memet.
Ketiga Langkah diatas memang memerlukan waktu cukup lama dan bertahap karena harus dilakukan berbagai persiapan. Namun langkah yang lebih cepat dan bersamaan dapat dilakukan seluruh perkebunan kelapa sawit baik PTPN, Swasta Besar, Menengah dan Perkebunan Rakyat adalah dengan melakukan Perbaikan System Agronomis tanaman dengan Metoda Production Force Management pada Root and Kanopi semua Pohon Kelapa Sawit di seluruh Perkebunan. Metoda ini lebih di tekankan kepada aspek agronomis dan fisiologis dengan anggaran sangat minimal. Karena biaya Pemupukan yang agak besar, baru di butuhkan di tahun ke 3 setelah program PFM dimulai sementara Produksi TBS sudah mulai meningkat secara signifikan dan bertahap di tahun I , II, III dan seterusnya.
Berdasar penelitian dan pengalamannya selama puluhan tahun ini, metoda PFM ini sangat efisien dan efektif dan dapat mendongkrak produksi TBS perkebunan sawit dan produksi CPO mencapai 30 -80 persen dalam waktu 4 -5 tahun, ungkap Memet yang juga adalah mantan Administrateur Perkebunan Sawit Besar di PTPN Lampung.
Dalam diskusi tersebut, Pimpinan Umum Berita BUMN Care Erick Sitompul sependapat bahwa pengembangan B100 itu langkah strategis dan mampu menekan pengeluaran negara yang sangat besar karena import solar yang cukup tinggi setiap tahun. Namun mengurangi terlalu banyak quota CPO eksport dan mengalihkan menjadi B100 mesti dihitung secara ekonomis dengan cermat dan konfrehensif, karena total produk ekspor CPO nasional yang belom optimal hanya 50 juta mton pertahun akan mengurangi devisa negara yang cukup besar dengan pengalihan quota B100 karena eksport CPO ternasuk salah satu komoditi andalan devisa nasional.
Disamping itu para produsen CPO terutama dari kalangan Industri CPO swasta pasti sangat keberatan meningkatkan quota untuk B100 apalagi masih ada kewajiban DMO minyak goreng juga. Karena dengan harga eksport CPO yang cukup menggiurkan dengan rerata 1000 USD per mton, mereka tentu gak mau terganggu cuan mereka yang cukup besar di situ, kata Erick
Memang dalam mendukung Program B100 ini beberapa langkah yang di gagas Dr.Memet Hakim cukup tepat dan pemerintah pasti bisa mengerakkan secara nasional peningkatan produktivitas TBS Sawit dan produk CPO pada kisaran 70 -80 juta mton dalam 4 – 5 tahun kedepan. Yang penting semua pihak pemerintah, perbankan, PTPN , swasta dan petani rakyat punya komitmen dan bekerja keras mewujudkannya ( Est ).